Mantan Menteri Keuangan Tolak Kenaikan PPN Badan

RRINEWSS.COM- Jakartaa – Menteri Keuangan periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro menyatakan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN, jika dilakukan demi mengkompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh) badan.

“Secara prinsip sebenarnya saya kurang setuju. Tapi karena sudah dilakukan, dan kebetulan itu dinyatakan dengan suatu tahapan,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Kamis (17/10/2024).

Sebagaimana diketahui, kenaikan tarif PPN sudah termaktub dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk naik pada Januari 2025 menjadi 12%, dari yang saat ini telah di level 11%. Sedangkan ruang penurunan tarif PPh Badan mulanya mau diatur dalam UU Cipta Kerja dari yang saat ini di level 22% menjadi 20%, namun batal diterapkan.

Bambang mengatakan, saat menjadi menteri keuangan periode pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, penolakan gencar ia lakukan karena didasari pada tidak adilnya paket kebijakan kompensasi pajak tersebut, karena PPN dikenakan untuk setiap transaksi masyarakat Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dipungut untuk perusahaan menengah dan besar.

“Karena bagi saya, kalau kita menurunkan PPh badan, maka yang mendapatkan manfaat adalah, ya mohon maaf ya, pengusaha-pengusaha menengah besar,” ungkap ekonom senior yang sempat menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 itu.

“Sedangkan kalau kompensasinya, kenaikan PPN, itu akan mengena kepada seluruh masyarakat, seluruh penduduk Indonesia yang melakukan transaksi ekonomi. Tidak peduli apakah dia kelas yang paling atas atau kelas yang paling bawah,” tegasnya.

Bambang juga menganggap, bila pemerintah tetap memutuskan menaikkan tarif PPN pada 2025 mendatang, maka yang akan terbebani adalah daya beli masyarakat. Padahal, daya beli masyarakat saat ini tengah tertekan karena maraknya PHK hingga membuat kelas menengah di Indonesia banyak yang turun kasta.

Pemutusan hubungan kerja per September 2024 berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan memang telah membengkak, menjadi 52.993 tenaga kerja di Indonesia, naik 25,3% dari periode September 2023 sebanyak 42.277 tenaga kerja. Dibanding Agustus 2024 naiknya 14,6% karena saat itu sebanyak 46.240 tenaga kerja yang ter-PHK.

Seiring badai PHK yang terus menerjang kelas pekerja di tanah air, jumlah kelas menengah juga sudah menyusut pada tahun ini. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Pada 2014, jumlah kelas menengah masih sebanyak 43,34 juta orang lalu pada 2019 menjadi 57,33 juta orang. Sementara itu, pada 2021 jumlahnya merosot menjadi sebesar 53,83 juta orang, sedangkan pada 2024 sudah tersisa 47,85 juta orang.

Golongan kelas menengah yang merosot itu masuk ke golongan kelas menengah rentan dan golongan kelas rentan miskin. Sebab, sejak masa pandemi dua golongan kelas itu mengalami peningkatan jumlah.

Pada 2019 jumlah kelas menengah rentan atau aspiring middle class sebanyak 128,85 juta, lalu pada 2021 menjadi 130,82 juta dan pada 2024 menjadi 137,50 juta. Sementara itu, jumlah kelas rentan miskin naik dari 54,97 juta orang, menjadi 58,32 juta orang, dan pada 2024 menjadi 67,69 juta orang.

Kelas menengah ini bahkan tercatat tidak naik kelas menjadi kelas atas, sebab kelas atas hanya naik dari 2019 sebanyak 1,02 juta orang menjadi 1,07 juta orang pada 2021, dan pada 2024 masih sebanyak 1,07 juta orang. Sedangkan kelas miskin terus turun dari 25,14 juta, menjadi 27,54 juta, dan pada 2024 menjadi 25,22 juta.

Oleh sebab itu, dengan kondisi masyarakat yang tengah tertekan, ia berharap pemerintah ke depan yang akan mulai dipimpin Presiden Terpilih Prabowo Subianto sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, segera mengambil langkah untuk menunda kenaikan tarif PPN ke level 12%, hanya untuk membuat tarif pajak perusahaan turun menjadi 20%.

“Jangan kemudian yang menjadi korbannya itu adalah masyarakat banyak yang harus menanggung PPN lebih besar. Jadi itu adalah prinsip yang sebenarnya dulu saya terapkan waktu masih Menteri Keuangan, tapi kemudian akhirnya diputuskan seperti itu beberapa tahun kemudian,” tegasnya.***cnbcindonesia