Wacana Pembatasan BBM, DPR: Jangan Meresahkan Masyarakat

RRINEWSS.COM- JAKARTA – Wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi mencuat ke publik. Di mana, wacana tersebut bertujuan agar penyaluran subsidi bisa tepat sasaran.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno mengaku menyambut baik wacana tersebut. Namun, pihaknya meminta pemerintah melakukan sosialisasi yang jelas agar tidak simpang siur dan menimbulkan keresahan masyarakat.

“Sebenarnya kami sambut baik wacana pembatasan pembelian BBM bersubsidi tersebut, namun jangan sampai membuat keresahan dan kekhawatiran bagi masyarakat yang memang pantas menerima subsidi,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (15/7/2024).

Wacana tersebut, menurut Eddy, sudah didorong Komisi VII sejak tiga tahun lalu. Sebab, penyaluran BBM bersubsidi selama ini kurang tepat, dengan banyaknya masyarakat mampu yang ikut menikmati subsidi.

“Alhamdulillah, tidak ada kata terlambat. Memang kami sudah menyuarakan agar subsidi BBM itu dievaluasi sejak tiga tahun lalu. Karena 80% pengguna pertalite BBM bersubsidi itu masyarakat yang tidak berhak,” ujarnya.

Eddy menekankan pentingnya komunikasi yang jelas dari pemerintah agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

“Pemerintah perlu mengkomunikasikan kebijakan ‘pembatasan BBM bersubsidi’ ini secara baik kepada publik agar jangan sampai menimbulkan kebingungan bahwa seluruh kelompok masyarakat akan dibatasi pembelian BBM bersubsidi. Jangan bikin resah rakyat,” katanya.

Eddy juga menegaskan pentingnya sosialisasi yang tepat agar tidak ada isu kenaikan harga BBM yang beredar di masyarakat. Ia menilai, masyarakat yang berhak menerima subsidi khawatir dengan isu kenaikan harga BBM yang bisa membuat ekonomi mereka semakin sulit.

Dengan anggaran kompensasi Jenis BBM Tertentu (JBT-Solar) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP-Pertalite) tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp163 triliun, namun digunakan oleh masyarakat mampu sebanyak 80%, Eddy mengingatkan bahwa hal ini merugikan negara dan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

“Jika tidak dikelola secara ketat, Pemerintah akan menanggung subsidi yang lebih besar lagi ke depannya, yang sayangnya tidak tepat sasaran,” tuturnya.

Eddy juga menambahkan, impor BBM menguras devisa negara dan membebani APBN jika harga minyak dunia naik dan nilai tukar USD terhadap rupiah menguat.

Komisi VII akan mendorong revisi Perpres 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi ini mencakup dua hal penting: kategori masyarakat dan kendaraan yang berhak menerima subsidi, serta sanksi bagi pelanggar.

“Saya kira, kita juga menanti revisi Perpres tersebut. Namun lagi-lagi saya tekankan untuk lakukan sosialisasi segera agar masyarakat tidak salah paham,” ujar Eddy.

Eddy kembali mengingatkan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk masyarakat kelas menengah ke atas, bukan untuk masyarakat ekonomi bawah seperti ojek online, sopir angkot, kendaraan UMKM, dan sepeda motor.

Kebijakan ini diharapkan dapat menghemat anggaran pemerintah secara signifikan, yang bisa dialokasikan untuk program pembangunan ekonomi lainnya atau memperkuat bansos bagi masyarakat yang membutuhkan.

Wacana pembatasan ini pertama kali disampaikan oleh Menko Marvest Luhut B. Pandjaitan melalui akun Instagram resminya, menyatakan bahwa pembatasan akan dimulai pada 17 Agustus 2024. Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa hal ini terkait PP 191 masih dalam pembahasan dan belum menjadi keputusan final.*** okezone