Amerika Bisa Perang Saudara jika Calon Presiden AS Trump Terluka Parah

RRINEWSS.COM- WASHINGTON – Sejumlah pakar menyatakan, Amerika Serikat mungkin menghadapi risiko kekerasan yang serius, bahkan perang saudara yang dahsyat, jika pria bersenjata yang menembak Donald Trump saat ia berkampanye di Butler, Pennsylvania, berhasil membuat mantan presiden AS itu terluka parah.

Diketahui, serangkaian tembakan terdengar saat Donald Trump berpidato pada rapat umum kampanyenya di Butler, Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) sore hari waktu AS, atau Ahad (14/7/2024) pagi WIB.

Trump hanya mengalami luka pada bagian telinganya. Ia dengan cepat dibantu oleh para agen dinas rahasia dan dievakuasi dari tempat kejadian karena cedera ringan di telinga kanannya.

Trump kemudian dilaporkan selamat. Namun, jika pelurunya meleset beberapa inci, situasinya bisa sangat berbeda.

“Hal pertama yang saya pikirkan ketika mendengar berita itu adalah bahwa Amerika hanya berjarak satu inci dari ambang perang saudara. Jika Trump benar-benar terluka parah hari ini, tingkat kekerasan yang kita lihat sejauh ini tidak akan berarti apa-apa dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam beberapa bulan ke depan,” ujar penulis studi politik di Amerika. Universitas Massachusetts kepada The Conversation.

“Saya pikir ini akan memicu gelombang kemarahan, frustrasi, kebencian, dan permusuhan baru yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun di Amerika,” lanjutnya.

FBI mengidentifikasi tersangka penembakan sebagai Thomas Matthew Crooks (20) dari Bethel Park, Pennsylvania. Crooks ditembak mati oleh agen rahasia di tempat kejadian.

Perliger percaya bahwa pembunuhan itu akan membuat para pendukung Trump dan sayap kanan melihat adanya plot untuk mencegah mantan presiden itu kembali ke Gedung Putih dan mencegah mereka bersaing secara politik di AS.

“Bagi kelompok sayap kanan, apa yang baru saja kita lihat sangat konsisten dengan narasi yang mereka bangun dan sebarkan selama beberapa bulan terakhir,” ujarnya.

Analis CNN Stephen Collinson menyebutkan, penembakan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum Trump menerima pencalonannya di konvensi Partai Republik di Milwaukee awal pekan depan. Menargetkan mantan presiden dalam kampanye tersebut dipandang sebagai serangan terhadap demokrasi dan hak setiap orang Amerika untuk memilih pemimpin mereka.

Joseph Meyn, seorang pendukung Trump pada rapat umum di Pennsylvania, mengatakan serangan itu adalah tanda bahwa Amerika sedang dilanda kemarahan politik.

“Masyarakat sepertinya sangat marah. Banyak orang di luar sana yang merasakan hal seperti itu,” ujarnya.

“Saya tidak terkejut ketika hal seperti ini terjadi. Tapi saya terkejut ketika hal itu terjadi tepat di sebelah saya. Ini mengerikan,” katanya.

Fakta bahwa Trump menjadi sasaran penembakan selama kampanye pemilu mendorong perbandingan dengan pembunuhan kandidat Partai Demokrat Robert F Kennedy pada 1968.

“Pembunuhan Trump yang gagal mengakhiri periode 40 tahun di mana banyak orang percaya bahwa kemampuan Dinas Rahasia telah secara signifikan mengurangi kemungkinan tindakan tidak manusiawi dan akan menciptakan hantu yang menghantui Amerika selama bertahun-tahun yang akan datang,” kata Collinson berkomentar.

Dalam konteks politik Amerika yang terpecah saat ini, pembunuhan yang gagal tentu akan menimbulkan konsekuensi politik yang serius, menurut para ahli.

“Trump telah dilihat oleh para pendukungnya sebagai pahlawan yang tak terkalahkan dan dihormati dalam kampanye pemilu. Citranya sebagai seorang pejuang yang terus-menerus diserang musuh kini menjadi semakin kuat,” kata Collinson.

Foto Trump dengan darah di telinga dan pipinya, mengangkat tinjunya ke udara dengan latar belakang bendera Amerika saat ia diantar keluar panggung oleh agen Dinas Rahasia langsung menjadi ikon. Para ahli mengatakan momen seperti itu akan tercatat dalam sejarah dan menambah legenda Trump di hati para pendukungnya.

Pembunuhan yang gagal ini juga dapat menimbulkan dampak yang tidak terduga pada kampanye pemilihan presiden AS yang sudah kacau balau.

Tim kampanye Trump mengatakan mereka masih berencana mengadakan Konvensi Nasional Partai Republik pada tanggal 15 Juli.

“Trump sering kali paling sukses ketika memainkan peran sebagai martir dan penembakan 13 Juli membawanya kembali ke peran tersebut,” kata Ashley Parker, seorang analis di Washington Post .

Seusai dirawat karena cedera telinga di fasilitas medis, Trump mengirimkan email singkat kepada para pendukungnya untuk menunjukkan ketangguhannya. “Ini adalah pesan dari Donald Trump,” tulis email tersebut.

“Saya tidak akan pernah menyerah.” lanjut pesan tersebut menyertakan tanda tangan dan potret Trump.

Douglas Brinkley, sejarawan kepresidenan di Rice University, juga percaya bahwa gambaran Trump pada percobaan pembunuhan kemungkinan besar akan menjadi sebuah simbol.

“Warga Amerika senang melihat ketangguhan dan keberanian di bawah tekanan. Trump yang mengacungkan tinjunya akan menjadi simbol baru,” kata Brinkley.

“Ketika dia selamat dari upaya pembunuhan yang gagal, dia akan mendapat banyak simpati dari masyarakat,” katanya.

Sumber : Beritasatu.com