JAKARTA RRINEWSS.COM – Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menilai, Mahkamah Konstitusi telah mempermainkan perasaan publik setelah mengabulkan gugatan terkait persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan MK bernomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut membolehkan seseorang dengan usia di bawah usia 40 tahun menjadi calon presiden atau wakil presiden dengan catatan pernah atau sedang menjabat kepala daerah atau jabatan yang dipilih . Menurut Feri, putusan tersebut cukup dramatis setelah beberapa jam sebelumnya, MK menolak gugatan terkait batas usia capres dan cawapres.
“Mungkin dapat piala Oscar ya, dengan bagaimana mempermainkan perasaan publik sedari pagi tadi,” ujar Feri saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/10/2023).
Untuk diketahui, secara keseluruhan terdapat tujuh gugatan mengenai syarat minimal usia seseorang bisa menjadi calon presiden, Ketujuh perkara itu dibacakan secara maraton oleh hakim konstitusi sejak sekitar pukul 10.00 WIB pagi ini.
Dari tujuh putusan itu, satu gugatan ditarik, tiga gugatan ditolak, dua tidak diterima, dan satu dikabulkan. Gugatan yang diajukan sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) misalnya, ditolak seluruhnya oleh hakim MK. Mahkamah berpendapat, penentuan usia minimal capres-cawapres menjadi ranah pembentuk undang-undang.
“Dalam hal ini, Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari,” ujar hakim Saldi Isra.
Feri mengatakan, MK membacakan putusan-putusan yang ditolak itu lebih dahulu. Semua putusan dengan amar menolak atau tidak menerima itu dianggap menegakkan nilai konstitusional dengan berbagai argumentasinya. “Tiba-tiba putusan di sore hari berbalik 180 derajat mengubah segala-galanya yang diargumentasikan pagi itu,” kata Feri.
“Kenapa tidak dibacakan saja inti persoalannya di pagi hari sehingga orang tidak terbebani dengan menunggu-nunggu pembacaan putusan yang juga tidak berkualitas betul,” tutur Feri lagi. Menurut Feri, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 memiliki banyak aspek yang bermasalah.
Di antaranya adalah putusan dijatuhkan menjelang pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau tahapan pemilihan umum (Pemilu) sedang berlangsung. “Sehingga komitmen yang dibuat dalam undang-undang menjadi berantakan untuk membuat proses penyelenggaraan pemilu itu pasti,” kata dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu.
Padahal, kata Feri, salah satu azas dalam pemilu adalah memiliki proses yang pasti, hasilnya lah yang tidak pasti. Namun, jika proses tidak pasti maka akan menimbulkan pertanyaan.
“Tentu saja akan menimbulkan pertanyaan apakah kemudian hasilnya akan menjadi lebih baik,” kata Feri.
Sebelumnya, melalui putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Gugatan itu terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
Setelah ptusan ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar hakim Anwar Usman.
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.***kompas