PEKANBARU RRINEWSS.COM – Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil mengungkapkan isi hati atas tiga kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Atas tindakannya itu, M Adil meminta maaf kepada masyarakat Kepulauan Meranti dan keluarganya sendiri.
Permohonan maaf itu disampaikan M Adil ketika pembacaan pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (7/12/2023). Dalam tiga kasus korupsi itu, M Adil dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan hukuman 9 tahun penjara.
“Majelis hakim, pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan isi hati saya melalui pembelaan ini. Pada kesempatan ini, saya mohon menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga saya sendiri dan kepala seluruh masyarakat Kepulauan Meranti atas perkara yang menimpa saya,” ujar M Adil di hadapan majelis hakim yang diketuai M Arif Nuryanta.
M Adil yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dan berpeci, membacakan langsung permohonan pribadinya. Di awal pembelaannya, M Adil terlebih dahulu menyampaikan rasa hormat dirinya kepada majelis hakim, JPU dan penasehat hukum yang telah menangani kasusnya.
Dalam pembelaannya, M Adil menceritakan sempat menjadi kapten kapal selama 10 tahun, menjadi kontraktor hingga akhirnya masuk ke dunia politik dan menjadi Bupati Kepulauan Meranti. Ia juga menceritakan kondisi Kepulauan Meranti yang merupakan kabupaten termuda di Provinsi Riau tersebut.
“Sejak dilantik sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 26 Februari 2021, saya bercita-cita dan berkeinginan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat Kepulauan Meranti. Sebagai pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Meranti membutuhkan pembangunan yang layak sementara APBN dan APBD tidak cukup untuk membiayai pembangunan,” jelas M Adil.
M Adil juga menyayangkan sikap sejumlah pejabat, seperti Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Supriyanto dan beberapa kepala organisasi perangkat daerah (OPD). Ia menyebut, tindakan pemotongan UP dan GU yang dilakukan justru diajarkan oleh Bambang dan Alamsyah Mubarak yang meyakinkan kalau pemotongan juga dilakukan oleh bupati sebelumnya.
M Adil berdalih pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) yang dilakukannya bertujuan untuk membantu kepentingan operasional dirinya sebagai bupati dan kegiatan sosial kepada masyarakat Kepulauan Meranti. “Untuk membangun sekolah, tempat ibadah dan membantu masyarakat miskin,” ucapnya.
Dengan suara tertahan, M Adil menyebut dirinya dipojokkan oleh Sekda dan kepala OPD yang menyebut kalau diri mereka akan dipindahkan jika tak menuruti pemotongan UP dan GU. “Kenyataanya OPD yang melakukan pemotong dilakukan secara sadar, tanpa paksaan dan tekanan dari saya. Tidak ada bukti tertulis kalau saya menerima Rp17.280.222.003,” ucap M Adil.
Uang yang diberikan OPD itu pun, lanjut M Adil, bukan merupakan uang negara tapi merupakan SPPD masing-masing OPD sehingga mereka tidak menerima secara utuh. “Perkara ini bukanlah merupakan Tindak Pidana Korupsi, melainkan hubungan keperdataan antara saya dengan masing-masing OPD,” tutur M Adil.
Terkait lelang perjalanan ibadah umrah gratis, M Adil menyatakan tidak mengarahkan agar PT TMT keluar sebagai pemenang. Lelang dilakukan dengan e-katalog. “Uang yang diberikan Fitria Nengsih adalah karena hubungan suami istri, tidak ada hubungan saya sebagai bupati,” kata M Adil.
Begitu juga tentang suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1.010.000.000. M Adil menegaskan, dirinya tidak ada memerintahkan Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triatmoko dan staf BPKAD, Dita Anggoro untuk memberikan uang.
“Uang yang diberikan saksi itu tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukumnya kepada saya, karena saya telah memberikan kewenangan pengelolaan keuangan sudah melekat kepada masing-masing OPD. Ada PA, KPA, PPK dan PPTK,” ucap M Adil.
Atas pembelaan itu, M Adil yang didampingi penasehat hukumnya meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara membebaskan dirinya dari segala dakwaan JPU. Mengembalikan harkat dan martabat dirinya seperti semula untuk menjadi Bupati Kepulauan Meranti.
“Mengembalikan seluruh barang bukti milik saya yang disita Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini kepada saya,” pinta M Adil.
Diketahui, KPK mendakwa M Adil melakukan pemotongan sebesar 10 persen setiap pembayaran UP dan GU kepada kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Total yang diterima terdakwa sebesar Rp17.280.222.003,8.
Dakwaan kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour (TMT) di Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Dakwaan ketiga, M Adil dan Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada Ketua Tim Auditor BPK Riau M Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar. Uang itu untuk pengondisian penilaian laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar mendapatkan opini WTP.
Perbuatan itu dilakukan M Adil bersama Fitria Nengsih selaku Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti, dan M Fahmi Aressa. Ketiganya ditangkap pada 6 April 2023.
Pada persidangan sebelumnya, selain dituntut penjara selama 9 tahun, JPU juga meminta hakim menghukum M Adil membayar denda sebesar Rp600 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.
JPU juga membebankan M Adil membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp17.821.923.078. Jika tidak dibayar dapat diganti kurungan selama 5 tahun.
“Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tak mencukupi dapat diganti hukuman penjara selama 5 tahun,” jelas JPU.*** cakaplah