Hakim Vonis 14 Tahun Mantan Pejabat Ditjen Pajak

RRINEWSS.COM- JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo. Ayah Mario Dandy itu dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ketika bekerja di Ditjen Pajak Kemenkeu.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo tersebut di atas dengan pidana penjara selama 14 tahun serta denda sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua Suparman Nyompa dalam sidang pembacaan putusan, di PN Jakpus pada Senin (8/1/2024).

Ayah dari Mario Dandy itu juga dihadapkan dengan hukuman pidana tambahan yaitu kewajiban uang pengganti Rp 10,7 miliar. Kalau tidak dibayarkan maka harta Rafael akan digunakan guna menutupinya. “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun,” ujar Suparman.

Dari vonis hakim, Rafael Alun terbukti melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1a dan c UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Suparman.

Vonis penjara terhadap Rafael sesuai dengan tuntutan JPU KPK. Adapun denda dan uang penggantinya meleset dari tuntutan JPU KPK yaitu masing-masing Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara dan Rp 18,9 miliar subsider tiga tahun penjara. Atas vonis ini, kubu Rafael Alun dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir. Dengan demikian, putusan ini belum berkekuatan hukum tetap.

Kasus ini berawal dari anak Rafael Alun Trisambodo, Mario Dandy yang menganiaya David Ozora hingga hilang kesadaran pada 20 Februari 2023 pukul 20.30 WIB di Kompleks Grand Permata, Jakarta Selatan. Kasus penganiayaan viral di media sosial. Apalagi Mario memamerkan gaya hidup mewahnya. Warganet mengkritisi harta kekayaan Rafael sebagai pejabat Ditjen Pajak kala itu.

Menkeu Sri Mulyani merespons keriuhan tersebut dengan mengecam gaya hidup mewah pegawai Kemenkeu maupun keluarganya. Sri Mulyani meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memeriksa Rafael. Di hari yang sama, Rafael menyampaikan permintaan maaf terkait kasus yang dilakukan anaknya.

Pada 24 Februari 2023, Sri Mulyani meminta Rafael dicopot dari jabatan dan tugasnya didasarkan pasal 31 ayat 1 PP 94 tahun 2021 mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil. Lalu pada 1 Maret 2023, Rafael menjalani pemeriksaan pertama di KPK dengan agenda mengklarifikasi harta kekayaannya yang menjadi sorotan masyarakat. Akhirnya Rafael menjadi tersangka dan mengikuti proses hukum sampai ke tahap putusan.

Vonis 14 tahun ternyata turut mempertimbangkan masa dinas Rafael di Ditjen Pajak Kemenkeu. Majelis hakim mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan atas vonis Rafael Alun. Masa pengabdian Rafael Alun di Ditjen Pajak menjadi salah satu faktor yang dicermati majelis hakim.

“Hal meringankan, terdakwa telah bekerja pada negara sebagai pegawai negeri selama lebih 30 tahun, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum,” kata Hakim Ketua Suparman Nyompa dalam sidang tersebut.

Adapun hal yang memberatkan vonis terhadap Rafael ialah karena tindakannya tak sejalan dengan semangat pemerintah menghapus korupsi di Tanah Air. “Hal memberatkan, terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” ujar Suparman.

Rafael Alun Trisambodo menyatakan pikir-pikir terlebih dahulu atas vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya. Selain itu, JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Oleh karenanya, Rafael Alun dan JPU KPK akan pikir-pikir selama satu pekan untuk kemudian menyatakan sikap menerima atau banding terhadap putusan itu.

“Berarti sama-sama menyatakan pikir-pikir, berarti putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Jadi, supaya digunakan haknya selama satu pekan, tujuh hari, terhitung mulai besok,” kata Suparman. ***(rpbl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *