RRINEWSS.COM –– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara perihal kondisi produksi minyak bumi di Indonesia. Khususnya produksi minyak pada tahun ini yang terpantau belum mencapai target.
Bila mengutip website Kementerian ESDM, rata-rata produksi minyak di bulan Oktober baru mencapai 582,69 ribu barel per hari (bph). Sementara pemerintah memasang target produksi lifting minyak dalam APBN 2023 di level 660 ribu bph.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa produksi minyak mentah di dalam negeri saat ini yang terpantau jauh dari target produksi per hari dikarenakan sumur-sumur tua di Indonesia yang jumlah produksi minyaknya dari tahun ke tahun terus menurun.
“Jadi memang kan sumur kita juga sudah tua ya memang sumurnya memang umur. Kan minyak itu semakin lama dipompa kan akan semakin dalam, kemudian campurannya juga sama air makin banyak. Jadi yang dipompa dulunya hasil minyak 10 liter, 9 liternya minyak, kalau sekarang sudah sekian puluh tahun sudah setengah liter minyak setengah liter air,” jelas Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Dengan begitu, dia mengatakan upaya yang bisa dilakukan untuk mempertahankan produksi minyak harian dalam negeri dengan memaksimalkan sumur tua dengan memperdalam pengeboran. “Itu makanya pas dipompa di ujung banyak banget (minyak) supaya volume minyaknya bisa semaksimal mungkin,” terang Menteri Arifin.
Adapun, untuk menambah jumlah minyak untuk mengejar target produksi, Arifin mengatakan pihaknya akan menambahkan produksi dari sumur minyak non konvensional (MNK) salah satunya di Gulamo. “Sejauh ini indikasinya sih ada harapan di Gulamo, karena sudah selesai dibor,” ungkap Menteri Arifin.
Di lain sisi, Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo menilai cukup berat untuk merealisasikan target lifting minyak seperti yang sudah ditetapkan di dalam APBN 2023. Mengingat target lifting minyak tahun ini berada di level 660 ribu barel per hari (bph).
“Proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan sangat berat untuk mencapai target APBN di angka 660 ribu bph,” kata Hadi kepada CNBC Indonesia, Jumat (3/11/2023).
Bahkan menurut Hadi, sampai akhir tahun 2023 diproyeksikan produksi minyak nasional justru akan di bawah 620 ribu bph dengan estimasi 609 ribu bph. Sedangkan untuk lifting minyak, diproyeksikan hingga akhir tahun ini hanya berada di level 591 ribu bph.
Hal tersebut ia ketahui, berdasarkan laporan dalam acara Konvensi International Oil and Gas (IOG) 2023 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali beberapa waktu lalu.
Ia pun membeberkan sejumlah tantangan yang bakal dihadapi para kontraktor migas dan SKK Migas akan semakin rumit ke depan. Terutama apabila tidak segera melakukan upaya untuk menggenjot kegiatan eksplorasi, penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), dan Existing Production with Low Decline Management secara masif.
Menurut Hadi setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian oleh semua pihak, khususnya SKK Migas dan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dalam upaya peningkatan produksi. Salah satunya yakni menggalakkan kegiatan eksplorasi di cekungan baru.
Hadi membeberkan potensi cekungan baru di Indonesia sejatinya masih banyak yang belum dieksplorasi, misalnya seperti yang ada di Indonesia Timur. Namun demikian, hal tersebut juga harus diiringi dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman dan berjiwa explorationist.
Selain itu, diperlukan tambahan teknologi yang mampu mengolah big data dengan kecepatan besar. Penggunaan teknologi ini sudah berhasil diterapkan oleh KKKS seperti ENI dalam menggalakkan operasinya di Indonesia.
Berikutnya yang tak kalah penting yakni capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) yang cukup, untuk melakukan kegiatan eksplorasi. “Komponen itu most likely kita sudah punya, namun kita kekurangan orang yang berjiwa explorationist sekaligus sebagai risk taker yang manageable dan terukur,” kata dia.***CNBCI