RRINEWSS.COM- JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia hingga Desember 2023 tercatat hanya mencapai 607 ribu barel per hari (bph). Realisasi tersebut ambles dan jauh dari target yang telah ditetapkan di APBN yakni sebesar 660 ribu bph.
Praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan menilai hal tersebut terjadi lantaran investasi untuk sektor migas di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini mengalami penurunan. Sehingga hal tersebut berdampak pada produksi minyak yang ada saat ini.
“Kita lihat produksinya nggak bisa dinaikkan kembali karena untuk menaikkan produksi paling utama tuh eksplorasi. Jadi kalau eksplorasi 10 tahun yang lalu ya sekarang mungkin sudah jadi produksi bisa naik,” ungkap Tumbur dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (9/1/2024).
Tumbur menilai sejak harga minyak mengalami penurunan pada 2015 lalu, hampir tidak ada investasi untuk kegiatan eksplorasi. Apalagi dengan adanya perubahan fiscal regime (kemudahan investasi dari segi pajak, pembagian hasil, dan sebagainya), hingga terjadinya pandemi covid-19.
“Akhirnya banyak yang tertunda eksplorasinya, ini mengakibatkan produksi turun. Ini mungkin sampai 5 tahun ke depan akan turun terus kecuali ada masif exploitation sekarang,” katanya.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menilai alokasi investasi belasan miliar dolar untuk kegiatan hulu migas dalam bentuk kontrak kerja sama cost recovery sejatinya sudah ditetapkan setiap tahunnya oleh Banggar DPR. Selain itu, penerapan PSC gross split juga berhasil mengumpulkan dana untuk kegiatan eksplorasi hingga US$ 2,5 miliar.
Dengan demikian, Djoko menilai bahwa uang untuk kegiatan eksplorasi sejatinya ada. Namun memang selain kegiatan eksplorasi, pemerintah juga perlu menggencarkan kegiatan-kegiatan lainnya secara beriringan tidak hanya cara business as usual.
“Kalau hitungan SKK Migas itu yang dituangkan ke dalam grand strategi energi nasional itu bisa kontribusi 250.000 barel per hari kemudian RtoP juga sama lebih kurang sekitar dua ratusan ribu barel per hari. Kemudian EOR juga sama 250-an ribu bph dan business as usual juga berkontribusi tapi turun gitu jadi total 4 cara ini bisa 1 juta barel di 2030 tapi karena tadi hanya dilaksanakan lebih sering business as usual di lapangan eksisting ribuan sumur pun nggak akan bisa menaikkan produksi,” kata Djoko.***(cnbci)