RRINEWSS.COM- JAKARTA — Hampir seluruh asumsi makro yang ditetapkan pemerintah untuk 2023 meleset dari target. Kondisi ini semakin memperpanjang tren negatif di di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di mana mayoritas asumsi makro selalu meleset dari target yang ditetapkan.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan selama periode 2014-2023, hampir semua asumsi meleset dari target. Asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan lifting minyak adalah yang paling kerap melenceng.
Sejak periode pertama pemerintahan Jokowi hingga 2023, realisasi pertumbuhan ekonomi selalu di bawah target yang ditetapkan pada APBN.
Pada 2015, di mana tahun tersebut menjadi tahun pertama Jokowi memerintah secara penuh, pertumbuhan ekonomi bahkan meleset jauh dari targetnya. Target pertumbuhan ditetapkan sebesar 5,7% tetapi realisasinya hanya 4,88%.
Pada 2020, melesetnya target pertumbuhan ataupun asumsi makro bisa dipahami mengingat ada pandemi Covid-19. Pada tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar 5% tetapi realisasinya terkontraksi 2,07%.
Target pertumbuhan ekonomi pada APBN 2023 ditetapkan sebesar 5,3%. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,05% sepanjang tahun ini.
Sebagai catatan, ekonomi RI hanya tumbuh 4,94% (year on year/yoy) pada kuartal II-20023. Realisasi asumsi nilai tukar juga lebih kerap berada di atas atau lebih kuat proyeksi.
Realisasi nilai tukar yang lebih rendah dibandingkan asumsi terjadi pada 2014,2015, 2021-2023 di mana terjadi goncangan global. Kondisi ini menunjukkan jika pergerakan nilai tukar memang sangat dipengaruhi kondisi global.
Pada tahun lalu, nilai tukar rupiah anjlok ke Rp 15.255/US$1. Nilai tukar jauh di bawah asumsi yang ditetapkan yakni Rp 14.800/US$1.
Asums harga minyak Indonesia (ICP) lebih kerap lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam asumsi. Selama 10 tahun terakhir, asumsi ICP menyimpang jauh di atas proyeksi.
Jika pada 2022 asumsi di atas asumsi maka pada 2023 angkanya di bawah asumsi karena harga minyak mentah terus melandai.
Realisasi Lifting Kian Menyedihkan
Realisasi lifting minyak dan gas sangat mengecewakan. Bukan hanya karena hampir selalu di bawah target tetapi juga karena terus menurun. Pada 2017, realisasi lifting masih menembus 829.000 barel per hari tetapi angkanya anjlok menjadi 607.500 barel per hari pada 2023.
Sementara itu, lifting gas anjlok dari 1,1 juta barel setara minyak per hari (mbopd) pada 2023.
Dari tujuh asumsi makro yang ditetapkan dalam APBN 2023, keberhasilan terbesar pemerintah ada di inflasi, ICP, dan imbal hasil surat utang.
Dalam 10 tahun terakhir, hanya dua kali realisasi inflasi di atas asumsi yang ditetapkan yakni pada 2014 dan 2022. Pada dua periode tersebut, pemerintah sama-sama menaikkan harga BBM subsidi yang membuat inflasi melonjak.
Selebihnya, inflasi melaju jauh di bawah asumsi. Pada 2020, inflasi Indonesia bahkan mencatat rekor terendah sepanjang sejarah yakni di level 1,68%. Inflasi hanya mencapai 2,61% pada 2023, dari 3,6% yang ditetapkan pada APBN.
Realisasi imbal hasil surat juga lebih sering di bawah asumsinya. Pengecualian terjadi pada 2016, 2019, 2022, dan 2023.
Sebagai catatan, pemerintah mengganti asumsi untuk imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) pada 2021 dari imbal hasil SBN 3 bulan menjadi tenor 10 tahun untuk lebih mengetahui kondisi pasar keuangan domestik.*** CNBC INDONESIA