RRINEWSS.COM- JAKARTA – Tupperware resmi bangkrut. Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat (AS) ini telah mengajukan kebangkrutan karena menghadapi penurunan penjualan.
Tupperware akan meminta izin pengadilan untuk memulai penjualan bisnisnya dan ingin perusahaan terus beroperasi selama proses kebangkrutan berlangsung.
Tahun lalu, Tupperware memperingatkan bahwa perusahaan tersebut mungkin bangkrut kecuali jika dapat dengan cepat mengumpulkan pendanaan baru yang cepat.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat terdampak oleh lingkungan ekonomi makro yang menantang,” kata President and CEO Tupperware Laurie Ann Goldman dilansir BBC, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Tupperware sempat mengalami kenaikan penjualan singkat selama pandemi, karena tren banyak orang memasak di rumah. Namun, hal tersebut tidak dapat membantu perusahaan karena permintaan terus menurun.
Hal ini diperparah dengan meningkatnya biaya bahan baku, upah yang lebih tinggi dan biaya transportasi juga telah menggerogoti margin keuntungannya.
Sementara, saham Tupperware anjlok lebih dari 50% minggu ini setelah laporan bahwa perusahaan tersebut berencana untuk mengajukan kebangkrutan.
merupakan inovasi besar, karena menggunakan plastik baru untuk menjaga makanan tetap segar lebih lama yang sangat berharga saat lemari es masih terlalu mahal bagi banyak keluarga. Namun, itu tidak langsung sukses.
Lihat juga: Nyawa Jadi Taruhan Mereka Yang Melakukan Pesugihan
Perusahaan ini mencatatkan perkiraan aset sebesar US$ 500 juta (Rp 7,75 triliun) hingga US$1 miliar (Rp 15,5 triliun) dan perkiraan kewajiban sebesar US$ 1 miliar (Rp 15,5 triliun) hingga US$ 10 miliar (Rp 155 triliun), menurut pengajuan kebangkrutan di Pengadilan Kebangkrutan AS untuk Distrik Delaware. Sementara itu jumlah kreditur berkisar antara 50.001-100.000.
Sebelum resmi mengajukan kebangkrutan, Tupperware sejatinya telah mencoba mengubah bisnisnya selama sekitar empat tahun setelah melaporkan penurunan penjualan selama enam kuartal berturut-turut sejak kuartal ketiga tahun 2021, karena inflasi yang tinggi terus menghalangi basis konsumen berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada tahun 2023, perusahaan menyelesaikan perjanjian dengan pemberi pinjaman untuk merestrukturisasi kewajiban utangnya, dan menandatangani perjanjian dengan bank investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis.***(okz)