RRINEWSS.COM- — Sebanyak 143 negara mendukung Palestina dalam pemungutan suara yang digelar Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menentukan resolusi terkait keanggotaan Palestina.
Sementara sembilan negara, termasuk Amerika Serikat dan Israel menolak, dan 25 lainnya abstain.
“Dunia bersama rakyat Palestina,” kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyambut hasil pemungutan suara tersebut.
Dia mengatakan bahwa pengesahan resolusi tersebut menunjukkan bahwa dunia berdiri dengan hak dan kebebasan rakyat Palestina, dan menentang agresi Israel.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menggelar pemungutan suara pada Jumat (10/5) ini untuk menentukan resolusi terkait keanggotaan Palestina.
Resolusi tersebut nantinya akan memberikan “hak dan keistimewaan” baru kepada Palestina dan meminta Dewan Keamanan (DK) untuk mempertimbangkan kembali permintaan Palestina untuk menjadi anggota ke-194 PBB.
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) memveto draf resolusi DK PBB terkait upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh organisasi tersebut. Rancangan resolusi tersebut digagas oleh Aljazair yang saat ini menjadi anggota tidak tetap DK PBB.
Resolusi DK PBB yang diveto AS tersebut akan membuka jalan bagi keanggotaan penuh Palestina di PBB, sebuah tujuan yang sudah lama diupayakan oleh Palestina dan dijegal Israel.
Pada Kamis (9/5), Wakil duta besar AS untuk PBB Robert Wood kembali menegaskan bahwa pemerintahan Biden menentang resolusi Dewan Keamanan tersebut.
Berdasarkan Piagam PBB, calon anggota PBB harus “cinta damai” dan Dewan Keamanan harus merekomendasikan penerimaan mereka ke Majelis Umum untuk mendapatkan persetujuan akhir. Palestina telah menjadi negara pengamat non-anggota PBB sejak 2012.
Namun, tidak seperti di Dewan Keamanan, tidak ada hak veto di Majelis Umum yang beranggotakan 193 negara. Dorongan baru untuk keanggotaan penuh Palestina di PBB muncul ketika perang di Gaza semakin bergejolak. Dalam berbagai pertemuan dewan dan majelis, krisis kemanusiaan yang dihadapi Palestina di Gaza dan pembunuhan puluhan ribu orang di wilayah tersebut telah menimbulkan kemarahan banyak negara.*** (tim/cnni/isn)