RRINEWSS.COM- Situasi Laut Merah makin tak kondusif. Perairan yang menjadi jalur 12% perdagangan dunia ini terus digempur pasukan Houthi dari Yaman.
Dalam update terbaru Al-Jazeera Rabu (3/1/2024), perusahaan keamanan maritim Inggris Ambrey, mengatakan sebuah kapal kontainer berbendera Malta telah diserang. Ada tiga ledakan muncul sekitar 15 mil (24 km) barat daya al-Makha (Mocha) Yaman.
“Perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka memahami bahwa tiga rudal telah ditembakkan dari arah Kegubernuran Taiz di Yaman,” perjelas media Qatar tersebut.
“Kapal tersebut lalu menelepon melalui radio untuk meminta bantuan kapal perang koalisi Amerika Serikat (AS),” tambahnya menyebut operasi AS dan 19 negara sekutu di Laut Merh untuk mengamankan kapmal dari serangan Houthi “Operation Prosperity Guardian”.
Sebelumnya, huru-hara di Laut Merah terjadi sejak serangan Israel ke Gaza, Palestina, 7 Oktober. Serangan itu merupakan buntut serbuan tiba-tiba Hamas di tanggal yang sama, sebagai aksi balasan penyerbuan Masjid Al-Aqsa awal 2023 dan pendudukan Palestina.
Houthi berjanji menembak semua kapal yang menuju dan terkait Israel di perairan itu sampai Tel Aviv menghentikan perangnya. Ini pun membuat AS dan 19 negara membentuk Operation Prosperity Guardian.
Akhir pekan lalu, koalisi ini sempat menembak dan menenggelamkan tiga kapal Houthi, saat kelompok itu melancarkan serangan baru ke kapal Maersk Hangzhou milik raksasa perkapalan Denmark, Maersk. Dilaporkan 10 pasukan Houthi tewas dalam insiden itu.
Sesaat setelahnya, Iran yang diyakini memiliki keterkaitan dengan Houthi, dilaporkan mengirim kapal perang Albozt ke perairan itu. Meski tak menjelaskan detil tujuannya, Selasa harga minyak sempat naik karena manuver Iran itu.
Lalu Lintas Barang Terganggu
Perlu diketahui serangan Houthi di Laut Merah telah membuat hampir 10 operator pelayaran menghindari wilayah tersebut. Dalam updated terbaru CNBC International misalnya, perusahaan pelayaran seperti Maersk, Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) masih memilih untuk menghindari perairan itu.
Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika. Ini dikhawatirkan menganggu pasokan barang dan energi global serta membuat harga melambung tinggi.
Sejauh ini, situasi tersebut telah mempengaruhi perdagangan senilai US$ 225 miliar. Secara keseluruhan, perusahaan angkutan barang Kuehne+Nagel mengatakan, hal ini berdampak pada 330 kapal.
Penyedia data perdagangan global Kpler mengatakan jumlah kapal yang melakukan pemutaran via Tanjung Harapan melonjak menjadi 124 pada minggu ini dari 55 pada minggu lalu. Di sisi lain terdapat sedikit peningkatan jumlah kapal kontainer di Laut Merah, yaitu 21 kapal pada hari Selasa, naik dari 16 kapal pada tanggal 26 Desember.
“Secara bersamaan, analisis kami terhadap lalu lintas melalui Selat Bab Al Mandab (penghubung Laut Merah dan Teluk Aden) untuk gabungan semua kapal menunjukkan tren penurunan yang konsisten dalam penyeberangan baik untuk kapal yang menuju utara maupun selatan,” kata Direktur Pelacakan Kapal Kpler, Jean-Charles Gordon.
Kapal Perang Negara-Negara Wara-wiri
Di sisi lain, mulai muncul beberapa negara yang melindungi kapal dagang milik perusahaan negaranya sendiri. Prancis, misalnya, membawa kapal induk mereka untuk mengawal kapal dagang milik raksasa asal negara itu, CMA CGM.
“Negara-negara melindungi kepentingan mereka. Yang saya lihat adalah kurangnya pemahaman tentang cara kerja pelayaran dan cara kerja perdagangan global,” kata CEO perusahaan data Windward dan mantan perwira angkatan laut Israel, Ami Daniel.
“Perdagangan lebih dari sekedar bendera yang dikaitkan dengan sebuah kapal. 130 kapal dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan yang berdomisili di AS namun tidak berbendera AS. Saat Anda memperluas asosiasi bendera, ada perbedaannya,” tambanya.
Harga Minyak Waspada
Di sisi lain, harga minyak yang fluktuatif karena serangan Houthi. Meski sempat naik awal perdagangan Selasa, harga minyak kembali turun di penutupan.
Para pedagang memang tegang di Laut Merah. Tapi rekor produksi minyak mentah yang dibuat AS disamping kekhawatiran terhadap permintaan di China, membuat penurunan terjadi.
Kontrak The West Texas Intermediate untuk bulan Februari turun US$1,27 atau 1,77% menjadi US$70,38 per barel. Brent untuk kontrak Maret turun US$1,15 atau 1,49% dari awal diperdagangkan pada US$75,89.
“Pasar pada dasarnya mengatakan kami akan menunggu dan melihat sampai sesuatu terjadi,'” kata kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, Helima Croft. “Tetapi setiap hari keadaannya menjadi semakin serius,” tambahnya meminta kewaspadaan.***cnbc