RRINEWSS.COM- – Pangeran Turki al-Faisal, anggota senior Kerajaan Arab Saudi, menyalahkan Inggris karena berperan dalam penciptaan Negara Israel melalui Deklarasi Balfour yang sekarang menyengsarakan Palestina. Dia mengatakan Inggris memiliki tanggung jawab khusus atas apa yang terjadi di Palestina.
“Karena perannya dalam Deklarasi Balfour yang tidak sah pada tahun 1917,” katanya dalam sebuah acara di Chatham House, London, pekan lalu.
Kendati demikian, Pangeran Turki menyambut baik keputusan pemerintah Inggris terbaru yang akan membatasi penjualan beberapa senjata ke Israel. Namun dia ingin melihat lebih banyak tindakan yang dilakukan oleh Inggris, termasuk segera mengakui Negara Palestina yang merdeka. “Saya pikir [Inggris] harus mengakui Negara Palestina. Sudah lama tertunda,” ujarnya, seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (16/9/2024).
Lebih lanjut, Pangeran Turki meminta Amerika Serikat dan Inggris untuk berbuat lebih banyak untuk menekan Israel agar mengakhiri perangnya di Gaza, termasuk memangkas dukungan finansial dan militer Israel. “Banyak bantuan finansial yang diberikan kepada Israel dari Amerika Serikat,” kata pangeran 79 tahun yang pernah menjadi kepala mata-mata Arab Saudi tersebut.
Putra almarhum Raja Faisal ini menyatakan bahwa pelobi Israel menikmati status bebas pajak di AS karena mereka dianggap “dermawan atau pro-kemanusiaan”, bukan mewakili kepentingan Israel. Dia pun mendesak agar pengecualian pajak tersebut terhadap kelompok pro-Israel ditarik oleh Amerika mengingat konflik yang sedang berlangsung di Gaza.
“Penolakan senjata dan intelijen serta dukungan lainnya—militer dan keamanan –juga akan memberi tekanan pada Israel,” katanya.
“Ada banyak alat yang tersedia bagi Amerika Serikat, bukan sekadar omongan kasar, yang tampaknya tidak membawa kita ke mana pun. Namun, apakah Amerika siap melakukannya?” “Saya tidak terlalu optimis,” katanya, menjawab pertanyaannya sendiri.
Mengenai prospek normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, dia menegaskan kembali posisi kerajaan bahwa normalisasi akan terjadi ketika Negara Palestina didirikan. Ketika ditanya seperti apa bentuk negara seperti itu, dia mengatakan Negara Palestina mengacu pada perbatasan tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur yang diduduki, Tepi Barat, dan Gaza.
Dia mengatakan bahwa meskipun dia tidak mengetahui diskusi resmi, peluang normalisasi saat ini sangat kecil karena sikap Israel terhadap pendirian Negara Palestina. “Seluruh pemerintahan [Israel] mengatakan tidak ada Negara Palestina.
Jadi bagaimana mungkin ada normalisasi antara kami dan mereka dengan posisi seperti itu?” paparnya. Lihat Juga: Mengapa Rudal Hipersonik Houthi Jadi Masalah Besar bagi Iron Dome Israel?. ***sindonews