RRINEWSS.COM- Jakarta – Dinamika pemilihan presiden (Pilpres) telah dimulai dengan serangkaian debat antar kandidat. Antar pendukung, saling sindir di media sosial kerap tak terhindarkan. Awas, nggak perlu baper (terbawa perasaan) sampai stres karena bisa berdampak ke jantung.
Hal ini disinggung oleh dr Dian Zamroni, SpJP(K), konsultan perawatan intensif dan kegawatan kardiovaskular dari Alia Hospital Depok, dalam perbincangan dengan detikcom baru-baru ini. Menurutnya, stres merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner.
“Ketika stressor tinggi, istirahat kurang, terlalu banyak pikiran, yang terjadi adalah tekanan darah cenderung tinggi,” kata dokter yang juga menjadi pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.
“Tekanan darah tinggi itulah yang bisa menyebabkan potensi terjadinya penyakit jantung koroner dan serangan jantung,” jelasnya.
Bukan cuma meningkatkan tensi atau tekanan darah yang mempengaruhi kesehatan jantung, stres menurut dr Dian juga membuat seseorang mudah terkena penyakit. Ketika stressor meningkat, daya tahan tubuh cenderung melemah di samping juga memberikan beban psikis yang berat.
Pesan dr Dian, dinamika Pilpres sebaiknya disikapi dengan bijak. Ketegangan seringkali terjadi hanya di kalangan pendukung, sementara antar kandidat di kehidupan yang sebenarnya terkadang hubungannya justru justru kalem-kalem saja.
“Nggak usah diambil hati, siapapun yang menjadi pemimpin, nasib tidak akan digantungkan ke pemimpin itu, tapi nasib digantungkan oleh diri sendiri,” saran dr Dian untuk para pendukung capres manapun.
Senada dengan dr Dian, psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ menyarankan untuk tidak melibatkan unsur emosi ketika menyuarakan pandangan politik. Ketika disampaikan dengan emosional, kerapkali bahasan tentang politik justru memicu ketidaknyamanan, bahkan masalah kejiwaan.
“Gangguan tidur, kecemasan, kemudian panik, ada depresi, stres itu bisa terjadi. Sehingga penanganan sederhana, pengobatan ringan, atau obat-obat yang membantu tidur atau psikoterapi sehingga dia bisa curhat, itu cukup membantu,” tutur dr Lahargo dalam perbincangan dengan detikcom.
Jika menghadapi situasi tidak nyaman karena obrolan politik yang mulai tidak sehat, dr Lahargo menyarankan untuk beralih ke topik lain. Misalnya tentang hobi, dan obrolan-obrolan yang lebih ringan. Jika perlu, tidak ada salahnya menyingkir dari media sosial untuk sementara waktu mengingat ‘gas-gasan’ antar pendukung seringkali terjadi paling intens di media sosial.
“Kalau memang dirasa itu sudah mengganggu kondisi mental seperti ada keluhan di fisik, tidur terganggu makan nggak enak, segera lakukan ‘diet’, detoks media sosial. Sudah mulai mengganggu nih, ambil jarak dulu,” saran dr Lahargo.*** detik