RRINEWSS.COM- Posisi utang Indonesia di akhir tahun 2023 makin menggunung.
Tercatat, nilai utang Pemerintah di era kepemimpinan Joko Widodo mencapai Rp 8.041 triliun berdasarkan data per November 2023.
Ada kenaikan utang Rp 487 triliun dibanding utang pemerintahan Jokowi di tahun 2022 lalu.
Posisi utang pemerintah di awal tahun 2023 mencapai Rp 7.755 triliun, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,56 persen.
Utang pemerintah didominasi Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,9 persen dari seluruh komposisi utang dengan nilai Rp 6.894,36 triliun.
Porsi pinjaman mencapai Rp 860,62 triliun dari total posisi utang, di mana pinjaman luar negeri memiliki porsi lebih banyak yaitu Rp 838,94 triliun.
Bila dibandingkan era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, utang pemerintah juga cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Namun apabila dibandingkan dengan era Jokowi, persentase kenaikannya relatif jauh lebih kecil.
Dikutip dari laman DJPPR Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah pada 2007 atau periode pertama pemerintahan Presiden SBY tercatat sebesar Rp 1.389,41 triliun.
Pada periode kedua Presiden SBY, jumlah utang pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 1.590,66 triliun.
Utang negara era Presiden Jokowi sempat turun di bulan April-Mei dengan posisi utang Rp 62,49 mtm menjadi Rp 7.787,51 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,85 persen.
Utang Pemerintah Indonesia didominasi oleh kepemilikan SBN sebesar 89,04 persen dengan nilai Rp 6.934,25 triliun sedangkan pinjaman dengan persentase 10,96 persen senilai Rp 853,26 triliun.
Selepas tren penurunan, utang negara kembali meroket hingga September Indonesia berhasil menyerap dana dari lelang Surat Utang Negara (SUN).
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan menyampaikan hasil lelang obligasi atau surat utang negara (SUN) pada Selasa (19/9/2023) yang masuk sebesar Rp28,79 triliun.
Menurutnya, investor masih bersikap wait and see atas keputusan kebijakan tingkat suku bunga The Fed pada FOMC meeting minggu ini.
“Lelang SUN hari ini berhasil menarik total incoming bids sebesar Rp28,79 triliun lebih tinggi dari total incoming bids sebesar Rp20,02 triliun pada lelang SUN sebelumnya,” kata Deni dihubungi Tribun Network.
Rilis data ekonomi Tiongkok yang cukup positif dan indikasi kenaikan suku bunga ECB (Bank Sentral Eropa) yang telah mencapai atau mendekati akhir menjadi sentimen positif pada lelang SUN hari ini.
Sejalan dengan kenaikan total incoming bids, jumlah penawaran yang masuk dari investor asing pada lelang SUN hari ini juga meningkat menjadi Rp2,08 triliun dari Rp1,69 triliun pada lelang SUN sebelumnya.
“Mayoritas minat investor asing tersebut berada pada SUN bertenor menengah panjang yaitu 5 dan 11 tahun dengan jumlah penawaran yang masuk untuk kedua tenor tersebut adalah sebesar Rp1,49 triliun atau 72,77 persen dari total incoming bids investor asing dan dimenangkan sebesar Rp0,59 triliun atau 3,8 persen dari total awarded bids,” papar Deni.
Menjelang pergantian tahun, utang Indonesia tembus Rp 8.041 triliun atau naik Rp 90,48 triliun mtm dengan rasio utang 38,11 persen dari PDB.
Utang pemerintah pada November 2023 masih didominasi oleh SBN yang mencapai 88,61 persen dari seluruh komposisi utang turun menjadi Rp 7.124 triliun.
Porsi pinjaman menjadi Rp 916,03 triliun yang terdiri dari pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Utang karena Proyek Bansos
Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Prof Bambang Soemantri Brodjonegoro mengatakan utang negara tidak mengenal siapapun presiden Indonesia kelak.
Menurutnya, waktu pandemi Covid-19, Indonesia punya penerimaan di bawah pengeluaran maka opsinya adalah harus berutang.
Faktor utama membengkaknya utang pemerintah itu karena alokasi untuk bantuan sosial yang dikeluarkan pemerintah karena orang-orang tiba-tiba terkena pemutusan hubungan kerja, tidak bisa jualan dan segala macam.
Kedua, persoalan vaksin kemudian penanganan kesehatan ada di rumah sakit, ada rumah sakit Covid-19.
“Jadi defisit yang tadinya biasa-biasa saja, rata-rata 2-2,5 persen (per-tahun), mendadak jadi 6 persen,” kata Prof Bambang kepada Tribun Network. ***