RRINEWSS.COM- SUMBAR – Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pernah diguncang gempa besar yang berkekuatan 7,8 magnitudo dan disertai dengan tsunami pada tahun 2010.
Dalam bencana tersebut tercatat ada 286 orang meninggal dunia, 252 orang warga Mentawai dinyatakan hilang dan hingga mengakibatkan perubahan pada bentang alam daerah setempat.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai memaparkan daerah itu berada di zona megathrust yang rawan gempa bumi akibat pertemuan lempeng Indo-Australia.
Berdasarkan penelitian para ahli diperkirakan potensi gempa magnitudo 8,9 dapat terjadi di Barat Daya Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai dan juga berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter dengan waktu tiba kurang dari 7 menit.
Karena itu, pihak pemkab telah membentuk desa tangguh bencana di antaranya sebanyak 24 desa di pesisir pantai yang berpotensi terdampak tsunami dan 10 desa di wilayah landaan tsunami.
Desa-desa tangguh bencana tersebut merupakan bagian dari sebanyak 43 desa yang ada di Kepulauan Mentawai dan dihuni 95 ribu jiwa penduduk.
Pemerintah daerah pun telah menyiapkan lokasi evakuasi yang salah satunya berada di Desa Tuapejat. Desa berketinggian 65 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu telah memenuhi 12 indikator tsunami ready community yang sudah diverifikasi Internasional.
Indeks risiko bencana di Mentawai pada 2023 sebesar 162,58 yang termasuk dalam kategori tinggi dengan indeks ketahanan daerah 0,41.
Selain itu juga, pihaknya sudah memasang sebanyak lima alat pendeteksi gempa bumi yang tersebar di Siberut, Sipura dan Pagai dan merencanakan pemasangan tambahan tiga alat pemantau ketinggian air laut yang semuanya dilakukan atas dukungan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Kepala BNPB Suharyanto mengatakan bahwa isu bencana gempa berskala besar seperti megathrust bukan hal yang baru dan sampai saat ini belum bisa diprediksi oleh ilmu pengetahuan kapan atau di mana akan terjadi.
Namun berkaca dari sejarah dan diikuti oleh kelengkapan infrastruktur dan ilmu pengetahuan yang ada saat ini, kata dia, bencana itu dapat diprediksi hingga sikap kesiapsiagaan untuk menghadapinya harus dilakukan dan terus digalakkan, tak terkecuali di Kepulauan Mentawai.
“Kita harus siaga waspada namun tidak perlu takut berlebihan juga karena mau atau tidak mau suka atau tidak suka disamping sumber daya melimpah tapi di sisi lain kita ada di tempat sumber bencana,” ujarnya dalam apel nasional siaga bencana gempa bumi megathrust dan hidrometeorologi pada Kamis (5/9/2024), dilansir dari Antara.***