RRINEWSS.COM- KAMPAR– Ibu korban FAS (13), Shinta Offianty, membeberkan kronologi anaknya menjadi korban bullying atau perundungan di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Quran, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau.
Shinta mengatakan, FAS diduga dianiaya oleh pelaku berinisial R dan A dengan cara dipukul dan kepalanya dinjak-injak. Peristiwa itu terjadi pada 31 Juli 2024 lalu. Namun, sejak awal kejadian hingga saat ini, menurutnya tidak ada satu pun pihak ponpes yang mengunjungi dan melihat kondisi anaknya itu.
“Sampai detik ini enggak ada yang jenguk atau meminta maaf kepada kami,” ucap Shinta kepada Beritasatu.com, dikutip Jumat (6/9/2024).
Diungkap Shinta, dugaan penganiyaan ini bukan yang pertama kali dialami oleh putranya. Pada awal masuk sekolah, FAS pernah mengalami dugaan kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelasnya.
“Awal dia masuk pondok, dadanya dihantam sama kakak kelas. Dua bulan setelah itu baru saya tahu, tetapi katanya sudah diproses guru dan sudah didenda dan dihukum muridnya. Sudah diselesaikan oleh pihak sekolah,” kata Shinta.
Sebelum kejadian ini, anaknya juga telah beberapa kali mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh atau ustaz di ponpes.
“Anak saya pernah melarikan diri dari pondok. Terjun dari lantai dua gara-gara ininya (punggung, red) dipukul pakai bambu sama ustaz di situ. Saya tanya sama anak angkat saya yang juga sekolah di sana, rupanya dia dipukul pakai bambu,” beberapa Shinta.
Setelah kejadian, korban lari tengah malam dari asrama ponpes. Dia berjalan kaki sejak pukul 03.00 WIB dini hari. Setelah dicari, F ditemukan pukul 21.00 WIB.
“Setelah diantar kembali ke pondok, dia merasa ketakutan, ada yang janggal,” tuturnya.
Saat ditanya ke pihak ponpes oleh kakek korban, ternyata F diancam, dituduh mencuri dan disuruh mengaku karena ada rekaman CCTV. Namun, saat diminta untuk memperlihatkam CCTV, pihak ponpes menolak.
Menurut ustaz di ponpes, anaknya itu berkelakuan nakal dan tidak patuh aturan.
“Apakah anak saya nakal mesti diinjak-injak? Dibilang sama kepala sekolah, ini sudah biasa kekerasan di situ sudah biasa. Apakah membuat kesalahan di pondok ini harus diinjak-injak kepalanya?” lanjutnya.
Karena mengalami trauma berat dan gangguan psikis, putranya juga harus menjalani pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Atas kejadian ini, Shinta merasa keberatan dan membuat laporan ke Polda Riau.
Terpisah, Kabid Humas Polda Riau Kombes Anom Karibianto mengatakan, keluarga korban telah membuat laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum pada 5 Agustus 2024.
“Sampai saat ini kita sudah memeriksa empat saksi terkait kekerasan tersebut. Namun, ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum, maka nanti akan dilakukan proses diversi atau penyelesaian pidana di luar pengadilan,” ucap Anom.
Soal agenda pemeriksaan pihak Ponpes Darul Quran, Anom tak membantah hal itu. Karena dalam proses penyelidikan semua pihan tentunya akan dimintai keterangan.
“Tentu. Ini masih dalam proses penyelidikan. Ditreskrimum sedang mengumpulkan saksi-saksi dan barang bukti, sehingga nanti kalau sudah semuanya di periksa dari pihak terlapor maupun pihak korban, tentunya nanti dapat ditemukan tindak lanjut dari proses ini,” kata Anom.
Pimpinan Ponpes Ustaz Kariman Ibrahim menyebut kejadian yang dialami FA merupakan tunjuk ajar yang dilakukan kakak kelas karena korban bermain ketika Salat Zuhur berjemaah. Hal ini diutarakan Kariman ketika menerima inspeksi dari Kementerian Agama Wilayah Kampar dan Unit Pelayanan Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA)
“Tidak ada perkelahian, nah itu memberikan pendidikan kepada adiknya, orang salat dia melawan, keluar, melompat, dia mengganggu,” kata Kariman, Kamis siang, 5 September 2024.
Kariman menyatakan Ponpes tidak membenarkan kekerasan anak. Begitu juga dengan penganiayaan melainkan tunjuk ajar agar FA tidak bermain lagi ketika salat berjamaah.
“Kalau penganiayaan yang satu ini dianiaya, dilepaskan, ditonton oleh orang banyak, ini tidak, waktu salat diberikan tunjuk ajar tapi melawan pula ditunjuk ajar,” jelas Kariman.
Meski demikian, Kariman tidak membantah adanya pukulan yang diterima FA. Dia menyebut itu hal biasa antara anak-anak dan sudah didamaikan sehingga tidak ada pembiaran.
“Bukan upaya pemukulan, itu kan reflek,” ucapnya.
Dia menyebut bahwa pengawasan di Ponpes Darul Quran dilakukan selama 24 jam. Pada saat terjadinya pemukulan itu, semuanya sedang menjalankan ibadah Salat Zuhur.
“Sedang salat, kalau tidak sedang salat dikawal 24 jam, CCTV ada mau berapa maunya?” lanjutnya.***sumber beritasatu