Rokanhilir — Aparat Polres Rokan Hilir mengungkap penangkapan besar di penhujung tahun 2025 sebanyak 79 kilogram sabu dari seorang kurir merupakan residivis dalam operasi digelar akhir November lalu.
Pengungkapan tersebut dipaparkan dalam konferensi pers di Gedung Tunggal Panaluan, Kamis (4/12/2025).
Konferensi pers dipimpin Wadir Ditresnarkoba Polda Riau AKBP Nandang Lirama, didampingi Kapolres Rohil AKBP Isa Imam Syahroni, serta pejabat utama Polres Rohil.
Kapolres menjelaskan pengungkapan ini bermula pada 27 November 2025. Tim Opsnal Polsek Bangko menerima informasi masyarakat mengenai adanya aktivitas transaksi narkoba di wilayah Bagansiapiapi.
Selanjutnya, tim gabungan Polsek Bangko dan Sat Resnarkoba melakukan penyelidikan. Sabtu (29/11/2025) sekitar pukul 05.30 WIB, petugas mencurigai sebuah mobil hitam yang melintas di kawasan perkantoran Pemkab Rohil.
Petugas melakukan pengejaran hingga akhirnya kendaraan berhasil dihentikan di Jalan Adhyaksa II, tepat di samping Kantor Kemenag Rohil.
Pengemudi mobil diketahui bernama Tri Julianto bin Ponirin alias Mas Tri (41). Saat penggeledahan, polisi menemukan 5 kotak kardus berisi 80 bungkus teh cina warna hijau yang diduga berisi sabu.
Setelah ditimbang, total barang bukti mencapai 79.989,9 gram atau 79,98 kilogram. Selain itu, tiga unit ponsel, dompet, uang tunai Rp1.250.000, serta mobil pelaku turut disita.
Ia mengaku mengambil paket sabu dari pelabuhan yang diserahkan dua orang menggunakan kapal nelayan. Para pemasok itu kini masuk tahap pengembangan penyidikan.
Hasil tes urine terhadap Tri juga dinyatakan positif.
“Pengungkapan sabu sebanyak 79,98 kilogram ini merupakan prestasi besar jajaran Polres Rohil. Kami berharap ekspose melalui media dapat menekan peredaran narkoba dan memberikan rasa aman bagi masyarakat,” ujar Kapolres.
Gerak cepat jajaran Polres Rokan Hilir pagi itu mengungkap salah satu kasus narkotika terbesar sepanjang 2025.
Cerita pengungkapan ini tidak berhenti pada angka. Ada jejak panjang, indikasi jaringan, dan pola operasi yang semakin canggih. Riauaktual.com mencoba menelusuri lebih jauh.
Kisah ini bermula tidak dari operasi intelijen besar, melainkan dari informasi masyarakat, sebuah pola yang kini semakin dominan dalam pengungkapan kasus narkotika di daerah.
Pada 27 November 2025, Tim Opsnal Polsek Bangko menerima laporan tentang seringnya lalu lintas mencurigakan di kawasan tertentu di Bagansiapiapi.
Penduduk setempat mengaku melihat beberapa kendaraan berhenti dalam waktu singkat, sebuah pola umum dalam transaksi narkoba jalanan.
Informasi itu dikembangkan, diverifikasi, dan akhirnya diserahkan kepada Satuan Reserse Narkoba Polres Rohil. Penyisiran diperluas ke beberapa titik yang diduga menjadi rute keluar-masuk barang haram.
Empat hari kemudian, bisikan warga itu berubah menjadi penangkapan besar.
Sekitar pukul 05.30 WIB, Sabtu (29/11/2025), sebuah Daihatsu Sigra hitam melintas perlahan di jalan kawasan perkantoran Pemkab Rohil. Kendaraan itu sesuai dengan informasi yang masuk sebelumnya. Pengemudi baru, pola berkendara ragu-ragu, dan rute yang tidak biasa.
Tim gabungan langsung melakukan pembuntutan. Ketika Sigra itu masuk ke Jalan Adhyaksa II, polisi memutuskan tidak menunggu lebih lama. Kendaraan dihentikan tepat di samping Kantor Kemenag Rohil.
“Di sinilah petugas bertatap muka dengan seorang pria bernama Tri Julianto alias Mas Tri, 41 tahun. Juga residivis dalam kasus yang sama,” kata Kapolres Rokan Hilir, AKBP Isa Imam Syahroni, 4 Desember 2025.
Penggeledahan yang dilakukan di lokasi itu mengubah suasana. Di kursi belakang, petugas menemukan lima kotak kardus. Di dalamnya ada 80 bungkus teh cina warna hijau, kemasan khas jaringan internasional yang biasa menjadikan jalur Malaysia-Sumatera sebagai lintasan.
Setelah ditimbang, jumlah totalnya mencapai 79.989,9 gram sabu, nyaris 80 kilogram.
Bagi aparat, ini bukan sekadar barang bukti. Ini tanda peringatan bahwa Rokan Hilir bukan hanya jalur, tetapi juga pintu masuk dalam jaringan narkotika lintas negara.
Ada istilah becak darat, yaitu kurir yang bertugas mengantar barang dari titik A ke titik B, biasanya tanpa banyak tahu siapa pemilik barang.
Tri adalah itu. Ia residivis, pernah dipenjara karena kasus serupa. Ia mengaku menerima barang dari dua pria yang datang menggunakan kapal nelayan. Jaringan ini, menurut polisi, adalah bagian dari skema pengiriman barang dari luar negeri melalui jalur laut pesisir Riau.
Ia hanya mengantarkan sabu ke Pekanbaru. Tidak bertanya, tidak diizinkan bertanya.
Tetapi pola ini juga menunjukkan satu hal, yakni jaringan besar selalu menggunakan kaki kecil dan kaki kecil inilah yang paling mudah ditangkap.
Rokan Hilir dan daerah pesisir lain di sepanjang garis Selat Malaka telah lama dikenal sebagai jalur rawan penyelundupan.
Jarak dekat dengan perairan internasional, banyaknya pelabuhan tikus, serta faktor sosial ekonomi membuat jalur ini terus diperebutkan jaringan narkotika.
Berdasarkan analisis mantan penyidik narkotika yang diwawancarai terpisah oleh Riauaktual.com, pola-pola berikut kian menguat:
1. Paket Besar, Distribusi Terputus-putus
Barang dikirim dalam jumlah besar, namun dipecah menjadi rute kecil agar pengiriman tidak mencolok.
2. Penggunaan Kurir Residivis
Bukan hal baru. Jaringan memilih orang yang ‘sudah pernah masuk’, karena mereka dianggap tidak punya banyak pilihan hidup lain.
3. Komunikasi Digital
Tri mengaku menerima instruksi melalui ponsel, tanpa pernah mengetahui siapa atasan langsungnya.
4. Pemanfaatan Jalur Nelayan
Kapal nelayan sering digunakan sebagai cover, karena keluar-masuknya kapal kecil dianggap aktivitas wajar di pesisir.
Dalam konferensi pers, Kapolres Rohil AKBP Isa Imam Syahroni menegaskan bahwa pengungkapan nyaris 80 kilogram sabu ini bukan kejadian biasa.
“Ini bukan hanya keberhasilan, tapi juga peringatan bahwa ancaman narkoba semakin besar dan semakin terstruktur,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi masyarakat yang memberikan informasi, sekaligus meminta agar kewaspadaan tidak menurun.
“Jika 80 kilogram sabu ini berhasil beredar, dampaknya bisa merusak ribuan keluarga,” ujar AKBP Isa.
Ternyata, Tri bukan pemain terakhir. Dua pemasok yang memberinya barang masih buron. Polisi menduga jaringan ini terhubung dengan kelompok yang lebih besar, kemungkinan menggunakan jalur laut dari luar negeri.
Beberapa ciri khas pengemasan dan kualitas sabu yang ditemukan juga mirip dengan barang bukti dari kasus-kasus internasional sebelumnya.
Tri kini ditahan, barang bukti diamankan, dan kasus terus dikembangkan. Namun fakta pahitnya, yaitu jaringan narkotika tidak pernah benar-benar berhenti.
Kasus 79,98 kilogram sabu ini hanya satu bab dari cerita panjang peredaran narkotika di Riau dan Sumatera.
Dan selama Selat Malaka tetap menjadi jalur perdagangan internasional yang sibuk, pesisir Riau akan selalu menjadi medan pertempuran antara aparat penegak hukum dan sindikat gelap yang terus beradaptasi.***riauaktual






