Nelayan Rohil Keluhkan Kapal Menggunakan Pukat Salome

RRINEWSS.COM- Rokanhilir  – Puluhan nelayan tradisional mendatangi Kantor UPT Pengendalian Sumber Kelautan dan Perikanan Wilayah III di Bagansiapiapi, Rabu (18/12/2024). Mereka mengadukan keresahan akibat beroperasinya kapal-kapal pukat Salome atau pukat thank yang merusak ekosistem laut dan menurunkan penghasilan mereka.

Pukat Salome, alat tangkap berbahan besi yang ditarik mesin hingga dasar laut, dinilai tidak hanya merusak habitat kerang, ikan, dan udang, tetapi juga melanggar aturan karena menangkap segala jenis biota laut tanpa pandang bulu. Nelayan mengeluhkan kapal-kapal tersebut beroperasi terlalu dekat dengan garis pantai, di bawah batas yang diperbolehkan, yakni 4-12 mil dari daratan.

Rahman, tokoh nelayan dari Pelabuhan Bagansiapiapi, meminta UPT Pengendalian Sumber Kelautan segera melarang aktivitas pukat tersebut. “Kami mematuhi hukum, tetapi kenapa kapal-kapal ini dibiarkan? Kami minta tindakan tegas agar ekosistem laut tidak rusak dan penghasilan nelayan tradisional tetap terjaga,” ujarnya.

Rahman juga mencurigai adanya oknum yang bermain dalam pemberian izin operasional kapal-kapal tersebut. “Ini wilayah kami, nelayan tradisional. Kapal-kapal itu tidak boleh beroperasi di bawah jarak dua mil dari pantai,” tambahnya.

Anggota DPRD Rohil, Sutio Pramono, yang turut hadir mendampingi nelayan, mendukung desakan tersebut. “Pukat ini harus dihentikan. Jangan sampai nelayan tradisional yang hanya mengandalkan alat tangkap sederhana kehilangan mata pencaharian mereka,” tegasnya.

Menanggapi keluhan nelayan, petugas UPT bersama nelayan langsung turun ke lapangan dan menyita empat unit alat tangkap pukat Salome dari sebuah gudang di Pelabuhan Nelayan Bagansiapiapi. “Empat unit alat tangkap ini kami amankan dan akan ditindak sesuai aturan,” kata Hidayat, Kepala Seksi Pengawasan UPT Pengendalian Sumber Kelautan.

Nelayan menyambut baik tindakan tersebut dan merasa puas dengan langkah cepat petugas. “Kami berterima kasih atas respons cepat ini. Semoga alat tangkap ini tidak lagi digunakan di perairan Rohil,” ujar salah satu nelayan.

Meski tindakan tegas dilakukan, nelayan tetap khawatir kasus serupa terjadi lagi. Sebelumnya, alat tangkap jenis pukat Salome pernah disita namun dilepaskan kembali. Hal ini menimbulkan dugaan adanya kongkalikong antara pengusaha kapal dan pihak berwenang.

Setelah menyampaikan aspirasi dan memastikan alat tangkap disita, massa nelayan membubarkan diri dengan tertib. Aksi ini diharapkan menjadi awal penegakan hukum yang konsisten demi keberlangsungan ekosistem laut dan kesejahteraan nelayan tradisional. ***goriau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *