RRINEWSS.COM – Angka kelahiran Jepang mengalami penurunan drastis yang memicu krisis populasi di negara tersebut. Oleh sebab itu, Pemerintah Jepang berencana menggelontorkan USD 25 miliar (Rp 370 triliun) sebagai upaya untuk mendukung kaum muda dan keluarga agar memiliki anak.
Lebih lanjut, mereka yang memiliki anak menerima subsidi yang lebih besar untuk biaya pendidikan dan perawatan prenatal (sebelum melahirkan). Adapun upaya lain untuk meningkatkan angka kelahiran di antaranya promosi gaya kerja yang fleksibel dan cuti ayah.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan dirinya mengusulkan kebijakan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dalam skala yang ‘belum pernah terjadi sebelumnya’. Selain itu, ia juga mengusulkan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan bagi kaum muda dan generasi yang mengasuh anak.
“Kami akan bergerak maju dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat menanggung beban lebih lanjut,” katanya dikutip dari Channel News Asia, Minggu (4/6/2023).
Meski banyak negara maju berjuang dengan tingkat kelahiran yang rendah, masalahnya sangat akut di Jepang.
Pasalnya, Jepang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako dan memiliki aturan imigrasi yang relatif ketat. Akibatnya, Negeri Sakura ini menghadapi kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat.
Negara berpenduduk 125 juta tersebut mencatat kurang dari 800.000 kelahiran tahun lalu, terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899. Sementara, biaya perawatan lansia semakin melonjak.
Dalam pertemuan yang digelar Kamis (1/6), Kishida mengatakan dia ingin menganggarkan sekitar Rp 370 triliun selama tiga tahun ke depan untuk kebijakan tersebut. Pertemuan tersebut dihadiri oleh menteri, pakar, dan pemimpin perusahaan (business leader).
Namun, dorongan ini telah menuai kritik karena kegagalannya untuk mengidentifikasi sumber pendanaan selain pemotongan pengeluaran di tempat lain dan meningkatkan ekonomi. ***(hnu/detik/kna)