dr Aulia Risma Bukan Bunuh Diri Hasil Investigasi UNDIP

RRINEWSS.COM- JAKARTA — Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP) mengungkapkan hasil investigasi internal terkait peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), dr. Aulia Risma Lestari yang ditemukan meninggal akibat diduga bunuh diri di Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024).

Dekan FK UNDIP, dr. Yan Wisnu Prajoko menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada info terbaru terkait hasil temuan tim investigasi internal. Adapun, informasi terakhir yang dapat disampaikan oleh FK UNDIP adalah yang telah tertuang dalam surat pernyataan pada 15 Agustus 2024 lalu.

Dalam pernyataan yang dimaksud, FK UNDIP menegaskan bahwa menurut hasil investigasi internal universitas, dr. Risma tidak melakukan bunuh diri akibat perundungan senior, melainkan karena masalah kesehatan mental lainnya.

“Mengenai pemberitaan meninggalnya Almarhumah berkaitan dengan dugaan perundungan yang terjadi, dari investigasi internal kami, hal tersebut TIDAK BENAR,” tulis UNDIP melalui pernyataan resmi yang diterima CNBC Indonesia.

“Namun demikian, Almarhumah mempunyai masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi proses belajar yang sedang ditempuh. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai konfidensialitas medis dan privasi Almarhumah, kami tidak dapat menyampaikan detail masalah kesehatan yang dialami selama proses pendidikan,” lanjut pernyataan tersebut.

Meskipun demikian, dr. Yan menyebut bahwa kasus yang menimpa PPDS Anestesi itu masih perlu didalami lebih lanjut dan saat ini pihaknya masih menunggu hasil investigasi terbaru.

“Apakah wafatnya dokter Risma ada kaitan langsung maupun tidak langsung terhadap perundungan itu kita perlu menunggu hasil investigasi, baik dari Itjen (Inspektorat Jenderal) maupun kepolisian,” ujar dr. Yan dalam temu media daring, Jumat (23/8/2024).

dr. Yan menambahkan bahwa selama melaksanakan PPDS, dr. Risma kerap mengajukan surat izin sakit dan tidak dapat mengikuti pendidikan. Dekan FK UNDIP itu mengaku, pihaknya selalu mengizinkan permohonan tersebut.

“Kami sudah mengidentifikasi bahwa Almarhumah itu perlu support (dukungan) khusus dan itu dikembangkan oleh teman-temannya. Jadi yang kami terima dari lembaga pengelola itu memang beliau beberapa kali mengajukan surat izin sakit untuk tidak mengikuti pendidikan,” beber dr. Yan.

“Dan semua pengajuan, bapak dan ibu boleh lihat, semua pengajuan surat izinnya tidak ada yang kami tidak acc (setujui). Tidak ada sanksi, terus langsung atau diancam di-drop out, tidak ada,” tegasnya.

dr. Yan menyebut bahwa selama ini FK UNDIP memudahkan proses izin dan kerap menyarankan dr. Risma untuk beristirahat. Ia juga menyebut bahwa dr. Risma sempat mengajukan dua izin untuk menjalani tindakan operasi.

Berkaitan dengan hal itu, termasuk melihat dukungan khusus yang dikembangkan oleh rekan-rekan sejawat, dr. Yan menegaskan bahwa kasus yang menimpa dr. Risma dapat disimpulkan tidak berkaitan dengan perundungan.

“Teman-temannya sendiri mengembangkan sistem bahwa kalau [dr. Risma] tidak hadir, langsung mencari yang bersangkutan,” kata dr. Yan. “Jadi, dengan hal-hal tersebut disimpulkan bahwa untuk kasus yang bersangkutan ini tidak ada perundungan,” tegasnya.

FK UNDIP menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus terbuka atas hasil investigasi yang saat ini masih berlangsung, baik dari pihak kepolisian dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) terkait dugaan perundungan.

“Kami terbuka dan tidak akan menutupi, jika ada kesalahan dari sivitas kami, kami akan menindak keras,” sebut dr. Yan.

Sebelumnya, dr. Risma diduga melakukan bunuh diri usai menyuntikkan obat ke tubuhnya akibat mengalami perundungan dari senior.

Menkes RI, Budi Gunadi Sadikin mengaku geram atas peristiwa yang menyangkut calon dokter spesialis anestesi asal UNDIP tersebut. Terlebih, pihaknya telah menemukan buku harian korban yang menuliskan secara rinci soal tekanan mental yang diterima dan hasil otopsi positif bunuh diri.

“Kami sudah menemukan ada bukti catatan hariannya. Jadi kami bisa melihat perkembangan moral kejiwaannya beliau seperti apa, cukup detail ditulis di buku hariannya,” kata Budi, dikutip Jumat (23/8/2024). “Sudah dikonfirmasi bahwa hasil otopsinya ini bunuh diri,” imbuhnya.

Sebagai Menteri Kesehatan, Budi menegaskan bahwa ia akan memanfaatkan wewenangnya untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) jika pelaku benar-benar terbukti melakukan perundungan hingga korban bunuh diri.

Adapun, saat ini Kementerian Kesehatan sedang melakukan penelusuran dengan kepolisian setempat, termasuk menghentikan sementara program studi Anestesi UNDIP. Hal ini dilakukan agar proses pengumpulan bukti dari saksi dapat dilakukan tanpa adanya ancaman dan intimidasi dari berbagai pihak.

“Kita pasti akan lakukan itu (pencabutan SIP dan STR). Saya sebagai menteri bisa mencabut SIP dan STR dokter-dokter yang memang perilakunya seperti ini dengan alasan mendidik peserta agar menjadi tangguh dan kuat,” tegas Budi. “Tangguh dan kuat itu enggak harus mengancam sampai korban harus bunuh diri,” pungkasnya.

Selama proses investigasi, Budi meminta masyarakat untuk mepmercayai pihak kepolisian serta Kemenkes dalam menelusuri kasus ini.

“Nanti polisi, kan, akan bekerja, Kemenkes juga bekerja. Biarkan mereka bekerja dengan tenang tanpa ada intervensi-intervensi. Saya rasa biarkan penyidik-penyidik ini secara profesional bekerja,” pungkas Budi.*** CNBC Indonesia