RRINEWSS.COM- Jakarta – Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah dugaan tindakan berisiko pada program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Survei dilakukan pada lebih dari 1.400 PPDS, residen atau dokter spesialis yang masih berkuliah lulusan 2021 sampai 2023. Temuan KPK menunjukkan mereka masih harus mengeluarkan uang tambahan di luar biaya resmi pendidikan.
Ada 26,05 persen responden yang merogoh kocek Rp 1 hingga 5 juta setiap semester sebagai kebutuhan penunjang PPDS. Baik untuk biaya listrik, wifi, kebersihan, hingga ruangan jaga atau tempat berkumpul para residen. Sementara 5,42 persen lainnya mengaku mengeluarkan dana lebih besar. Bahkan, di kisaran Rp 5 hingga Rp 25 juta per semester untuk kebutuhan yang sama.
“Pada saat pendalaman wawancara dikatakan memang untuk menunjang kegiatan para residen pada program studi tertentu seperti bedah dan anestesi yang juga membutuhkan fasilitas penunjang lain yang tidak seluruhnya disediakan oleh program studi/fakultas maupun RS pendidikan,” demikian lapor kajian KPK, dikutip Minggu (22/12/2024).
Sejumlah uang tersebut diklaim masih berkaitan dengan pendidikan. Sebab, uang semester ke universitas saja, dinilai tidak cukup. Terlebih, belum ada perhitungan semua komponen seperti pada program sarjana di perguruan tinggi negeri, dengan bentuk uang kuliah tunggal.
“Dimana seharusnya tidak ada biaya tambahan lagi yang berkaitan dengan pendidikan.”
“Pengeluaran yang juga menjadi beban para peserta PPDS ialah biaya lain terkait pendidikan yang harus dikeluarkan mencapai Rp 200 juta. Dalam keterangan pendalaman melalui interview, responden mengatakan harus mengeluarkan biaya tersebut untuk kegiatan seperti seminar akademik, konferensi ilmiah, pembelian alat kesehatan, dan barang medis habis pakai baik untuk pribadi maupun kolektif, dan hal lain untuk menunjang kegiatan pendidikan PPDS,” lapor KPK.
Adapun responden dari beberapa universitas mengungkap temuan pengeluaran yang tidak jauh berbeda setiap semester. Mereka menyebut uang tambahan ini sebagai biaya uang pangkal di awal pendaftaran. Nominalnya relatif berbeda, tergantung masing-masing program studi.
“Seperti contoh pada Universitas Sam Ratulangi, besaran dapat berbeda bagi tiap orang di setiap program studi meskipun secara resmi di web dan peraturan rektor tidak terdapat SPI resmi yang dipungut di awal perkuliahan,” tandas KPK.
KPK menyoroti nihilnya pengaturan terkait pemungutan uang tambahan, baik dari Kementerian Kesehatan, maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Hal ini yang kemudian membuat universitas bisa mengatur besaran berbeda, sesuai dengan masing-masing sistem.
“Rentang biaya yang dikeluarkan oleh peserta PPDS untuk uang pangkal ialah mulai dari 0 rupiah atau tidak ada uang pangkal yang dikenakan oleh pihak kampus, sampai dengan terbesar mencapai Rp 565 juta,” beber KPK.
“Sedangkan biaya semester pada PPDS mulai dari Rp 1 juta hingga ada yang mencapai Rp 250 juta. Perbedaan ini terjadi antar universitas meskipun berbeda program studi bahkan dapat terjadi perbedaan pada setiap peserta karena terbukanya celah pungutan di luar biaya resmi yang sudah diatur oleh peraturan masing-masing rektor,” pungkas laporan terkait. *** (naf/dtc/naf)