JAKARTA RRINEWSS.COM — Media asing kini menyoroti boikot yang dilakukan pada produk-produk, yang diyakini terkait Israel. Ini pun tak terkecuali di Indonesia.
Media Singapura Channel News Asia (CNA) misalnya, membuat analisis khusus soal boikot yang berlangsung. Artikel khusus ditulis dengan judul “Analysis: A war of opinions brewing in Malaysia and Indonesia over impact of anti-Israel boycotts”.
Menyoroti juga tetangga RI, Malaysia, disebutkan bagaimana sejumlah perusahaan terkena dampak boikot. Seperti McDonald, KFC, Starbuck, Pizza Hut hingga Burger King.
Grab juga menjadi sasaran, setelah beredar tangkapan layar postingan istri CEO Anthony Tan, Chloe Tong, soal dukungan ke Israel. Tong mengatakan bahwa dia “sepenuhnya jatuh cinta” pada Israel karena kunjungannya di masa lalu.
Namun berbeda dengan Malaysia, dampak di RI disebut tak terasa. Sejumlah pemantauan media itu bahkan menyebut, bisnis masih berjalan normal.
“Di Indonesia, meskipun netizen telah mendorong boikot terhadap produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang diduga pro-Israel, situasi di lapangan belum mencerminkan hal ini karena masih adanya skeptisisme terhadap dampak nyata dari tindakan tersebut,” tulis media itu, dikutip Kamis (9/11/2023).
“Bisnis masih berjalan seperti biasa di beberapa gerai Starbucks dan McDonald’s di Jakarta, seperti yang dilihat oleh CNA, dan seorang pakar mencatat bahwa gerakan Boycott-Divestment-Sanctions (BDS) belum mendapat banyak perhatian di negara ini,” tambahnya menjelaskan gerakan boikot, divestasi dan sanksi untuk menekan Israel mematuhi hukum internasional, yang diinisiasi Palestina.
Mengutip peneliti tamu di ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura Made Supriatma, CNA menulis bagaimana “keberhasilan gerakan BDS” masih terbatas di Indonesia. Apalagi isu-isu politik dalam negeri masih menjadi prioritas utama.
“Meskipun masyarakat mungkin bersimpati terhadap masalah Palestina, perhatian dan keterlibatan mereka tampaknya lebih terfokus pada masalah-masalah domestik yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari,” kata Made.
“Salah satunya adalah pemilihan umum mendatang,” tegasnya menyinggung pemilu presiden (pilpres) RI dimuat media itu.
Ia mengatakan meskipun ada boikot terhadap McDonald’s misalnya, banyak konsumen yang tampaknya tidak menyadarinya. Karena itu, gerai-gerai tetap beroperasi secara normal tanpa adanya penurunan pelanggan yang nyata.
“Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan boikot dapat sangat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti kesadaran konsumen, kepemilikan lokal, dan persepsi merek,” muat CNA mengutipnya lagi.
Hal sama juga dimuat media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP). Media itu menulis artikel berjudul “Anti-Israel boycotts in Indonesia hit McDonald’s, Pringles, as Malaysians quit Singapore’s Grab over war in Gaza”.
“Daftar boikot tersebut telah beredar di Facebook dan TikTok Indonesia selama berminggu-minggu, menyebutkan 121 merek yang diklaim berafiliasi dengan Israel,” tulisnya.
“Namun tidak semua masyarakat Indonesia mendukung boikot tersebut, di tengah peringatan akan adanya penyatuan agama Yahudi secara keseluruhan dengan tindakan negara Israel,” tambah media itu lagi.
Perlu diketahui dalam laporan Al Jazeera pada 2018, terungkap bahwa gerakan boikot berpotensi menghasilkan kerugian hingga US$11,5 miliar atau sekitar Rp183,37 triliun per tahun bagi Israel. Namun dari data organisasi non-profit berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), Brookings Institution, gerakan BDS tidak akan secara drastis mempengaruhi perekonomian Israel.
Sebab, sekitar 40% ekspor Israel adalah barang “intermediet” atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain, seperti semikonduktor. Selain itu, sekitar 50% dari ekspor Israel adalah barang “diferensiasi” atau barang yang tidak dapat digantikan, seperti chip komputer khusus.****(sef/cnbci/sef)