Kenapa Indonesia tak Memulangkan Pengungsi Rohingya?

RRINEWSS.COMPengungsi Rohingya di Aceh masih menjadi persoalan Indonesia hingga kini. Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia mengatakan sudah ada seribuan pengungsi Rohingya yang ada di Aceh.

“Secara kumulatif sejak 14 November, jumlah kedatangan pengungsi adalah sekitar 1.200 orang di beberapa titik di Aceh, seperti Pide, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang,” kata pejabat informasi publik (public information officer) UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, kepada detikcom, Sabtu (9/12/2023).

Indonesia tidak mengusir pengungsi Rohingya. Ada asas non-refoulement yang dihormati pemerintah Indonesia. Apa itu?

Prinsip non-refoulement adalah larangan bagi negara untuk mengembalikan pengungsi ke negara asalnya ketika dikhawatirkan mendapatkan bahaya atau penganiayaan. Prinsip itu dilakukan demi menghormati hak asasi manusia.

Mengutip dari situs UNCHR, non-refoulement menjadi prinsip inti dari Konvensi 1951, yang menyatakan bahwa pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara di mana mereka menghadapi ancaman serius terhadap kehidupan atau kebebasan mereka.

Konvensi 1951 memberikan definisi pengungsi yang diakui secara internasional dan menguraikan perlindungan hukum, hak-hak, dan bantuan yang berhak diterima oleh seorang pengungsi. Adanya Konvensi Pengungsi 1951 juga menjadi dasar kerja UNHCR untuk membantu melindungi pengungsi.

Dokumen tersebut menguraikan standar minimum dasar perlakuan terhadap pengungsi, termasuk hak atas perumahan, pekerjaan dan pendidikan ketika mereka menjadi pengungsi sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang bermartabat dan mandiri. Undang-Undang ini juga mendefinisikan kewajiban pengungsi terhadap negara tuan rumah dan menetapkan kategori orang tertentu, seperti penjahat perang, yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan status pengungsi.

Sebagai catatan, pada tahun 2015, Indonesia pernah menyatakan tetap menampung pengungsi Rohingya karena mematuhi prinsip non-refoulement meski tidak terikat dengan Konvensi Tahun 1951. Saat itu, sebanyak 583 WN Myanmar yang merupakan etnis Rohingya terdampar di perairan Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Aceh. Jubir Kemlu RI saat itu, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa Indonesia tetap memberikan akomodasi meski tak menerapkan sistem non-refoulement.

“Indonesia walau bukan pihak negara yang menerapkan non-refoulement tetap, pertama memberikan shelter dan kedua memberikan makanan. Yang tidak kita lakukan, menaikkan mereka ke kapal dan mendorong ke laut,” tutur Arrmanatha dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jl Pejambon No 6, Jakarta Pusat, 13 Mei 2015.

Mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), pemerintah Indonesia juga secara konsisten memberikan pertimbangan khusus berlandaskan prinsip kemanusiaan dan aspirasi HAM global, serta menghormati prinsip-prinsip kebiasaan internasional dalam penanganan pengungsi seperti non-refoulement.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang dipergunakan sebagai landasan normatif dan koordinatif bagi Kementerian/Lembaga dan dalam penanganan pengungsi dari luar negeri dengan pelibatan peran Pemerintah Daerah. Perpres tersebut mengatur tahapan penanganan pengungsi di Indonesia pada saat penemuan, pengamanan, penempatan sementara, dan pengawasan keimigrasian.

Adapun menurut Jurnal Opinio Juris oleh Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, melalui peraturan tersebut, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk menangani permasalahan pengungsi dengan memberikan mereka akses dan perlindungan di dalam negeri hingga ditemukan solusi jangka panjang. Meski tidak menjadi pihak dalam Konvensi 1951, Indonesia telah menganut prinsip terpenting di dalamnya, yaitu prinsip non- refoulement (Pasal 33):

“Tidak ada Negara Peserta yang boleh mengusir atau mengembalikan (‘refouler’) seorang pengungsi dengan cara apa pun ke perbatasan wilayah di mana kehidupan atau kebebasannya akan terancam karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial atau pendapat politik tertentu”. ***(kny/dtc/dnu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *