RRINEWSS.COM- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD431,5 miliar atau sekitar Rp7.033,4 triliun pada April 2025. Kenaikan ULN Indonesia pada April 2025 lebih tinggi 8,2% dibandingkan saat Maret 2025 lalu yang hanya 6,4%.
1. Masih Dalam Batas Aman
Namun, BI menerangkan hal tersebut masih dalam batas yang aman dan sebagai besar dipergunakan untuk pembiayaan dalam pembangunan sektor penting.
“Perkembangan posisi ULN April 2025 tersebut bersumber dari sektor publik. Kenaikan posisi ULN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.
Khususnya, ULN pemerintah tercatat sebesar USD208,8 miliar, naik 10,4 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan 7,6 persen bulan sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh penarikan pinjaman dan aliran modal asing yang cepat ke pasar Surat Berharga Negara (SBN), yang menunjukkan kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia yang kuat.
Sangat menarik bahwa utang ini sebagian besar digunakan untuk sektor strategis dan sosial. Sebagian besar ULN pemerintah dialokasikan ke kegiatan kesehatan dan sosial (22,3%), administrasi pemerintahan dan pertahanan (18,7%), pendidikan (16,4%), konstruksi (12,7%), dan transportasi dan pergudangan (8,7%). Hampir semua ULN pemerintah ini bersifat jangka panjang, dengan pangsa 99,9 persen.
2. ULN Swasta
Sementara itu, ULN swasta menurun sebesar 0,6 persen (yoy) menjadi USD194,8 miliar.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan ULN dari sektor non-lembaga keuangan.
Meskipun demikian, sektor swasta yang berhutang masih menguasai sektor-sektor penting seperti pengolahan, jasa keuangan, kelistrikan, dan tambang, yang masing-masing menyumbang 80 persen dari total kontribusi.
Secara umum, struktur ULN Indonesia masih dianggap stabil. Selain itu, rasio ULN terhadap PDB turun tipis dari 30,6% pada Maret menjadi 30,3% pada April 2025.
“Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” kata BI dalam keterangannya. *** (Taufik Fajar)