RRINEWSS.COM – Pemilu Presiden RI masih terus mendapatkan sorotan media asing. Terbaru, bukan terkait para calon presiden (capres) yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo tetapi terkait putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Ia yang pekan lalu menduduki posisi Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masih menarik minat asing membahasnya. Setelah sebelumnya Reuters memberitakannya, kali ini majalah Time juga ikut menyoroti langkah ini.
Time menuliskan artikel khusus dengan judul “What It Means for Indonesia’s Democracy That the President’s Son Now Leads Another Party”. Bahwa didapuknya Kaesang menjadi ketua PSI setelah beberapa hari bergabung bisa dipandang sebagai sarana “dinasti” dalam politik Jokowi jelang 2024.
“Secara keseluruhan, menurut para ahli, hal ini mencerminkan tren penurunan demokrasi yang lebih luas di Indonesia,” tulis majalah yang berbasis di New York itu dikutip Selasa (3/10/2023).
“Kenaikan pesat tokoh politik baru ini, di PSI, sebuah partai kecil yang tidak terwakili di parlemen, dianggap oleh para pengamat sebagai langkah signifikan Presiden yang akan keluar untuk mengkonsolidasikan pengaruh politiknya menjelang pemilihan presiden berikutnya di negara itu pada bulan Februari. Di tengah ketegangan di dalam partainya sendiri,” tambah media itu lagi.
“Ini adalah sinyal paling jelas hingga saat ini… benar-benar ingin tetap relevan secara politik setelah tahun 2024,” komentar asisten profesor administrasi publik di Universitas Indonesia (UI), Wiens Juwono.
“Bagi mereka yang melihat PSI sebagai partai progresif, (penunjukan Kaesang sebagai ketua) benar-benar menunjukkan fakta bahwa PSI bukanlah partai yang progresif . Ini adalah jenis politik kesepakatan yang sama di mana mereka dapat melihat peluang untuk memanfaatkan popularitas Kaesang,” muat media itu lagi mengutip komentar dosen senior yang berspesialisasi dalam politik Indonesia di Universitas Murdoch Australia Ian Wilson.
“Saya tidak akan ragu untuk menyebut hal ini sebagai Orde Baru … Karena struktur kekuasaannya hampir sama, kecuali militer,” tulis media itu lagi mengutip narasumber lain peneliti tamu program Studi Indonesia di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, Made Supriatna. ***(sef/cnbci/sef)